Rabu, 15 Maret 2017

Analisis Kebijakan dan Prosedur Risiko Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri



MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH KELOMPOK 9
“Analisis Kebijakan dan Prosedur Risiko Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pembiayaan
Dosen Pengampu           : Gita Danupranata, S.E., M.M


Disusun oleh :
1.         Apri Sanjaya                                   (20130730383)
2.         Ahmad Hizbul Syauqi Al-Banna    (20140730008)
3.         Trisna Destini Amira                       (20140730009)
4.         Muhammad Zainal Abidin             (20140730017)
5.         Imelda                                             (20140730030)

EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017/2018

PRINSIP PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO OLEH BANK SYARIAH MANDIRI
Bank Syariah Mandiri menerapkan manajemen risiko secara terintegrasi dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut bertujuan untuk mencapai pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan, serta mengoptimalkan tingkat risk-adjusted return. Bank mengelola risiko-risiko melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang berdampak terhadap bisnis, operasional, dan organisasi. Dalam mendukung penerapan manajemen risiko, BSM telah menyusun kebijakan, proses, kompetensi, akuntabilitas, pelaporan dan teknologi pendukung.
Dalam mengimplementasikan tata kelola risiko, BSM mengimplementasikan Enterprise Risk Management (ERM) dalam pendekatannya. Penerapan ERM akan memberikan nilai tambah (value added) bagi Bank dan stakeholders terutama dikaitkan dengan penilaian kinerja berbasis risiko (Risk Base Performance). Bank mengimplementasi ERM melalui dua pendekatan (two prong approach) yaitu pengelolaan risiko melalui permodalan dan pengelolaan risiko melalui aktifitas operasional, agar Bank mampu mengelola risiko yang melekat dalam kegiatan bisnisnya. Empat komponen utama dalam mendukung penerapan two prong approach ini adalah Organisasi & Sumber Daya Manusia, Kebijakan & Prosedur, metodologi Model & Analytics dan yang terakhir adalah Sistem & Data. Penerapan ERM diharapkan mampu meningkatkan kinerja BSM sehingga menghasilkan added value bagi stakeholder. Dalam mengelolah manajamen resiko tersebut BSM melakukan hal-hal berikut:
1. Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Organisasi manajemen risiko di BSM merupakan organ yang dibentuk untuk mendukung dan memfasilitasi penerapan manajemen risiko pada seluruh lini perusahaan. Organisasi tersebut terdiri atas:
v  Komite Pemantau Risiko
Bank membentuk Komite Pemantau Risiko (KPR) yang bertugas memberikan rekomendasi usulan perbaikan strartegi dan penerapan manajemen risiko kepada Dewan Komisaris.

v  Komite Manajemen Risiko
Komite Manajemen Risiko (KMR) berfungsi memberi rekomendasi mengenai arah kebijakan serta strategi manajemen risiko, serta membahas seluruh aspek risiko yang dihadapi Bank. KMR beranggotakan Direksi dan pejabat eksekutif. KMR dibantu oleh Working Group (WG) yang terdiri atas WG Asset Liabilities Management (ALMA) & Pembiayaan dan WG Operasional. WG bertugas melakukan kajian risiko dan memberikan rekomendasi terkait kondisi usaha yang dihadapi Bank. Komite Manajemen Risiko (KMR) berfungsi memberi rekomendasi mengenai arah kebijakan serta strategi manajemen risiko, serta membahas seluruh aspek risiko yang dihadapi Bank. KMR beranggotakan Direksi dan pejabat eksekutif. KMR dibantu oleh Working Group (WG) yang terdiri atas WG Asset Liabilities Management (ALMA) & Pembiayaan dan WG Operasional. WG bertugas melakukan kajian risiko dan memberikan rekomendasi terkait kondisi usaha yang dihadapi Bank.
v  Direktur Manajemen Risiko

v  Satuan Kerja Manajemen Risiko
Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) merupakan unit kerja yang memiliki tanggung jawab secara langsung kepada Direktur Manajemen Risiko. Bank terus melakukan evaluasi terhadap struktur organisasi dan proses bisnis agar penerapan manajemen risiko dapat mendukung perkembangan bisnis Bank.
2. Kebijakan, Prosedur, Limit, dan Tools
a. Kebijakan dan Prosedur
Dalam rangka penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Risiko, Bank melakukan enataan struktur ketentuan melalui pembuatan Arsitektur Kebijakan dan Prosedur BSM. Arsitektur. Kebijakan dan prosedur di BSM merupakan bentuk Manajemen Risiko atau pengelolaan risiko yang melekat pada aktivitas operasional Bank yang di-review secara berkala. BSM memiliki Kebijakan Manajemen Risiko sebagai pedoman utama penerapan manajemen risiko. Sedangkan untuk aktivitas operasional lainnya, Bank memiliki kebijakan dan prosedur tersendiri seperti kebijakan di bidang pembiayaan, operasional, dan tresuri.
Pada tahun 2013 Bank melakukan pembaruan kebijakan, prosedur dan tools terkait penerapan manajemen risiko antara lain:
1.      Kebijakan sistem pengendalian intern
2.      Kebijakan kepatuhan
3.      Contingency plan Core Banking System (CBS)
4.      Kerahasiaan data nasabah terkait permintaan data dari pihak ketiga
5.      Pengelolaan priority banking;
6.      Pelaksanaan Good Corporate Governance
b. Penetapan Limit dan Tools
Dalam upaya mengelola risiko secara menyeluruh dan agar pengelolaan risiko sesuai dengan permodalan yang dimiliki, Bank menetapkan limit dan tool sebagai berikut:
A.    Limit wewenang memutus pembiayaan;
B.     Limit eksposur 25 debitur terbesar;
C.     Limit in house BMPK;
D.    Limit portofolio pembiayaan untuk sektor ekonomi & sub sektor tertentu;
E.     Limit portofolio pembiayaan valuta asing;
F.      Limit Produk Pembiayaan;
G.    Limit penjaminan;
H.    Limit transaksi tresuri;
I.       Limit saldo kas;
J.       Limit transaksi operasional;
K.    Limit Giro Wajib Minimum;
L.     Limit Posisi Devisa Neto (PDN);
M.   Limit secondary reserve.
N.    Limit pembiayaan gadai emas per individu.
O.    Rating sektor ekonomi untuk pembiayaan;
P.      Credit scoring pembiayaan konsumer, mikro, dan kecil.
Q.    Rating Korporasi
3. Sistem dan Data
BSM mengembangkan dan mengelola sistem manajemen risiko untuk mempercepat proses bisnis yang lebih efisien namun tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian. BSM mengimplementasikan Sistem Informasi Manajemen Risiko (SIMRIS) dan Operational Risk Management Information System (ORMIS)
4. Metodologi/Model dan Analisis
BSM melakukan pengukuran risiko secara berkala dengan menerapkan metode, baik yang ditetapkan Regulator maupun international best practices. Hasil pengukuran model-model risiko yang dikembangkan digunakan sebagai bahan pendukung dalam pengambilan keputusan. Model risiko yang telah dikembangkan melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif yaitu scoring pembiayaan, model Value at Risk (VaR), rating, portofolio management, stress test, liquidity gap dan repricing gap.
Model-model risiko tersebut dievaluasi dan dikalibrasi secara periodik oleh risk model validator yang bersifat independen. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga validitas dan keandalan model, serta memenuhi peraturan regulasi.
Dalam Mengidentifikasi, Jika Dilihat Berdasarjan 5C:
1.        CHARACTER
Dimana menilai kepribadian calon debitur dengan cara melihat langsung kehidupan sehari-hari calon debitur untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur, meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetehaui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari “lingkungan“ usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya. Disaat nasabah akan mengajukan pembiayaan. Dengan cara seperti ini, kita bisa melihat gerak-gerik dari nasabah, meyakinkan atau tidak.
2.        CAPITAL
Modal yang dimaksudkan disini adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki perusahan, yang merupakan selisih antara total akitva dengan total kewajiban. Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu dan hal tersebut tentunya semakin baik dihadapan bank. Posisi modal suatu perusahaan dapat di analisis dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal perusahaan, maka bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama paling tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya. Dalam menilai apakan usaha tersebut mengalami keuntungan secara terus menerus, sehingga nantinya ketika mengajukan pembiayaan di khawatirkan akan terjadinya wanprestasi.
3.        CAPACITY
Bank harus mengetahui bagaimana kemampuan nasabah dalam menjalankan usaha. Kemampuan ini sangat penting karena kemampuan inilah yang menetukan besar kecilnya pendapatan suatu perusahaan di masa yang akan datang. Serta kita bisa mengetahui kemampuan nasabah dalam mengembalikan pinjaman yang diambil nantinya. Kita bisa menilai kemampuan nasabah tersebut, dengan beberapa hal, diantaranya:
A.    Proyeksi Arus Kas
B.     Proyeksi Laporan Keuangan
C.     Kemampuan Manajemen
D.    Kemampuan Pemasaran
E.     Kewajiban-kewajiban pada Pihak Lainnya

4.        CONDITION
Keadaan usaha atau prospek usaha nasabah tersebut, bisa menguntungkan atu tidak baik dalam jangka waktu pendek ataupun panjang.
5.        COLLATERAL
Bank tidak bisa memberikan pembiayaan melebihi dari nilai jaminan/agunan yang dijaminkan oleh debitur. Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting, sebagai “back up“ atas kredit yang diberikan kepada debitur. Dengan tujuannya adalah agar bank dapat memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya ataupun ingkar.

Studi Kasus dan Analisis
Nama: Bapak R. Choiril
Pekerjaan: wiraswasta
            Pada tahun 2008 Bapak R. Choiril mengajuakan pembiayaan murabahah pada pihak Bank Syariah Mandiri Dengan plafon Rp.35.000.000, tenor 36 bulan dan margin 1,2% perbulan, dengan angsuran perbulan yang dibayarkan sebesar Rp.1.212.700, dana yang diberikan oleh pihak bank kepada Bapak R. Choiril digunakan oleh beliau untuk penambahan modal usaha sembakonya, pada tahun 2010 usaha Bapak R. Choiril semakin terpuruk karena adanya persaingan dagang, di tambah lagi maraknyamini market yang menjamur. Maka kualitas pembayaran Bapak R. Choiril kepada pihak mengalami penurunanan, maka pihak bank menganggap bahwa Bapak Choiril sebagai debitur yang wanprestasi.
Penyelesain pihak bank kepada Bapak R. Choiril dengan Restrukturisasi Pembiayaan murabahahnya dengan penjadwalan kembali (Rescheduling) yang tadinya lama pembiayaan/tenornya dari 36 bulam menjadi 48 bulan, sementara itu angsuran yg semula Rp.1.212.700 menjadi Rp.909.600.


Analisis :
Dari kasus diatas dapat di analisis bahwa beliau terindikasi sebagai debitur yang wanprestasi dikarenakan kualitas pembayarannya yang menurun, akibat persaingan dagang yang semakin meningkat. Usaha yang dilakukan bank untuk mengatasi pembiayan permasalah adalah dengan cara yang sesuai prosedur yang ditetapkan.
Jika dianalisis lebih lanjut menggunakan 5c, pada kasus ini terindikasi bahwa :
1.      Dilihat dari capacity nya bahwa si nasabah tidak bisa mengelola modalnya dengan baik sehingga terjadiya condition of economy. Yang mana nasabah tidak bisa membayar pembiayaan lebih lanjut, karena tidak mendapat keuntungan dari mengelolah usahanya, yang mana usahanya tidak bisa bersaing dengan usaha lain. Bank juga tidak melihat beberapa unsur, sesuai dengan prosedur yang sudah kami jelaskan di atas seperti:
A.    Proyeksi Arus Kas
B.     Proyeksi Laporan Keuangan
C.     Kemampuan Manajemen
D.    Kemampuan Pemasaran
E.     Kewajiban-kewajiban pada Pihak Lainnya

2.      Kedua bisa dilihat dari collectral, kemungkinan bank tidak menganalisis jaminan dengan baik, sehingga jaminannya tidak bisa menutupi pembiayaannya. Bahkan kemungkinan jaminan tidak di perhitungkan dalam pembiayan ini. Sehingga manfaat serta tujuan dari jaminan tidak bisa terpenuhi oleh pihak bank, dimana saat nasabah tidak bisa membayar lagi pembiayaanya, bank tidak bisa memanfaatkan jaminannya.
Jika dilihat dari segi penyelesaiannya, bahwa BSM tidak melakukan Pemantauan secara intesif sesuai dengan prosuder yang ada, sehingga terjadilah yang namanya pembiayaan bermasalah.  Dimana jika bank selalu memantau usahanya, kecil kemungkinan akan terjadinya wanprestasi. Dan  bank juga bisa melakukan resheduling, disaat nasabah sudah tidak mampu lagi melakukan pembayaran,kita bisa memberikan grace period baik termasuk besarnya jumlah angsuran, dimana pengurangan jumlah angsuran perbulannya, sehingga nasabah tadi bisa mampu lagi dalam melanjutkan pembayarannya, serta bank bisa memberikan batas waktu dalam rescheduling ini 1-2 tahun.

Rabu, 22 Februari 2017

MANAJEMEN RESIKO BANK SYARIAH (SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /SEOJK.03/2017)



MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH KELOMPOK 9
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pembiayaan
Dosen Pengampu           : Gita Danupranata, S.E., M.M


Disusun oleh :
1.         Apri Sanjaya                                   (20130730383)
2.         Ahmad Hizbul Syauqi Al-Banna    (20140730008)
3.         Trisna Destini Amira                       (20140730009)
4.         Muhammad Zainal Abidin             (20140730017)
5.         Imelda                                             (20140730030)

PEKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017/2018

SALINAN
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR  4 /SEOJK.03/2017
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN AKTIVITAS BERKAITAN DENGAN REKSA DANA
Sehubungan dengan semakin meningkatnya keterlibatan Bank dalam aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana maka disadari bahwa aktivitas tersebut selain memberikan manfaat juga berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi Bank, diantaranya risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko hukum, dan risiko reputasi. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank perlu meningkatkan penerapan manajemen risiko secara efektif dengan melakukan prinsip kehati-hatian dan melindungi kepentingan nasabah. 
Untuk itu, dalam rangka mendukung perkembangan pasar keuangan, meningkatkan penerapan Manajemen Risiko oleh Bank, dan melindungi kepentingan nasabah Bank, serta sebagai pelaksanaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988), perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko pada Bank yang melakukan aktivitas berkaitan dengan Reksa Dana dalam suatu Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut:

I.     KETENTUAN UMUM
1. Reksa Dana adalah Reksa Dana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 
2. Aktivitas Bank yang berkaitan dengan Reksa Dana meliputi:
a. Bank sebagai Investor Aktivitas Bank Sebagai Investor merupakan aktivitas investasi Bank dalam Reksa Dana.
b. Bank Sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana Aktivitas Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah aktivitas Bank dalam rangka mewakili perusahaan efek sebagai Manajer Investasi untuk menjual efek Reksa Dana yang dilaksanakan oleh pegawai Bank yang memiliki izin Wakil Agen Penjual Reksa Dana untuk menjual efek Reksa Dana.
c. Bank Sebagai Bank Kustodian Aktivitas Bank sebagai Bank Kustodian Reksa Dana merupakan aktivitas Bank dalam melaksanakan penitipan kolektif, menyimpan dan mengadministrasikan kekayaan Reksa Dana, mengadministrasikan atau mencatat mutasi unit penyertaan serta jasa lain termasuk menghitung nilai aset bersih, menyelesaikan transaksi, menerima dividen, bunga dan hak-hak lain.
3.  Bank yang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana harus mematuhi ketentuan di sektor perbankan dan sektor pasar modal.
4. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank yang bertindak sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana harus menerapkan transparansi informasi produk dengan menyediakan informasi secara tertulis dan secara lisan.  

II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

A.       Penerapan Manajemen Risiko Secara Umum
1.      Dalam rangka mendukung penerapan manajemen risiko yang efektif, hal-hal utama yang harus dilakukan Bank adalah:
a.   memastikan bahwa Manajer Investasi yang menjadi mitra dalam aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan;
b.   memastikan bahwa Reksa Dana telah memperoleh pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan; dan
c.   mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul      atas aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana.
2.  Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian, Bank tidak diperbolehkan melakukan tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan Reksa Dana memiliki karakteristik produk Bank, misalnya tabungan atau deposito. Tindakan-tindakan yang tidak diperbolehkan antara lain meliputi:
a. memberikan jaminan atas:
1) pelunasan (redemption) Reksa Dana; dan/atau
2) kepastian besarnya imbal hasil Reksa Dana termasuk nilai aset bersih, baik secara langsung maupun tidak langsung;
b. membuat komitmen untuk membeli sewaktu-waktu (stand by buyer) aset yang mendasari Reksa Dana baik secara langsung maupun tidak langsung; dan
c. melakukan intervensi pengelolaan portofolio efek Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi. 

B. Penerapan Manajemen Risiko untuk Setiap Aktivitas
1. Bank Sebagai Investor Reksa Dana
a. Sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.03/2014 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Bank tidak diperbolehkan memiliki aset produktif dalam bentuk saham dan/atau surat berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) yang berbentuk saham. Dengan demikian Bank tidak diperbolehkan melakukan investasi pada Reksa Dana dengan aset yang mendasari berbentuk saham.
b.    Dalam melakukan investasi dalam Reksa Dana, Bank harus memastikan bahwa investasi dalam Reksa Dana memenuhi ketentuan kehati-hatian, antara lain:
1) Bank memperhatikan kemampuan dan kondisi keuangan Bank serta kebijakan, strategi, dan pedoman investasi internal Bank;
2) Pada saat pembelian, Reksa Dana memenuhi kriteria kualitas Lancar sesuai ketentuan mengenai penilaian kualitas aset bank umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.03/2014 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
3) investasi Reksa Dana yang dilakukan Bank tidak melanggar batas maksimum pemberian kredit dan penyaluran dana
4) investasi dalam Reksa Dana diperhitungkan dalam kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar.
c. Dalam rangka memastikan kualitas Reksa Dana digolongkan Lancar sebagaimana dimaksud dalam butir b.2), Bank melakukan analisa yang memadai terhadap Reksa Dana dan Manajer Investasi sebelum melakukan aktivitas sebagai investor yang meliputi:
1) analisa terhadap kualitas atau peringkat Reksa Dana, atau kualitas atau peringkat aset yang mendasari Reksa Dana;
2) analisa terhadap kualitas Manajer Investasi dengan cakupan analisis antara lain terhadap: a) kinerja, likuiditas, dan reputasi Manajer Investasi; dan b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi.
d.  Bank harus memantau eksposur risiko dari aktivitas Bank yang berkaitan dengan Reksa Dana secara berkala melalui:
1) Pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi, antara lain meliputi:
a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan prospektus;
b) kualitas atau peringkat Reksa Dana, atau kualitas atau peringkat aset yang mendasari Reksa Dana;     
c) pengelolaan likuiditas;
d) prinsip transparansi kepada publik; dan
                   e) penerapan prinsip kehati-hatian;
2) penilaian terhadap Manajer Investasi dengan cakupan analisis antara lain meliputi:
a) kinerja, likuiditas, dan reputasi Manajer Investasi; dan
b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi.
2. Bank Sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana
a. Bank hanya dapat melakukan aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana melalui pegawai Bank yang telah memperoleh izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana. Pegawai Bank yang menjadi Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana harus mendapat penugasan secara khusus dari Bank, untuk bertindak untuk dan atas nama Bank.
b. Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana maupun pegawai Bank yang telah memperoleh izin sebagai Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana tidak diperbolehkan bertindak sebagai sub Agen Penjual Efek Reksa Dana atau mengalihkan fungsi Agen Penjual Efek Reksa Dana kepada pihak lain.
 c. Reksa Dana yang dapat dijual oleh Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana adalah Reksa Dana yang sesuai dengan definisi dan kriteria yang diatur dalam ketentuan pasar modal.
d. Aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana harus didasarkan pada suatu perjanjian tertulis yang menyatakan secara jelas fungsi, wewenang, dan tanggung jawab Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana. Dalam menyusun perjanjian kerja sama tertulis, Bank harus memerhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut:
1) kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak; 
2) penetapan secara jelas jangka waktu perjanjian kerja sama;
3) penetapan klausula yang memuat kondisi batalnya perjanjian kerja sama, termasuk klausula yang memungkinkan Bank menghentikan kerja sama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian;
4) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing- masing pihak dalam hal perjanjian kerja sama berakhir; dan
5) penetapan klausula mengenai kewajiban Agen Penjual Efek Reksa Dana untuk memberikan informasi data nasabah kepada Manajer Investasi maupun Bank Kustodian serta klausula bahwa seluruh data nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian untuk memberikan konfirmasi atas investasi nasabah.
e. Dalam hal terdapat perpanjangan jangka waktu kerja sama dari yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam butir d.2), sepanjang tidak terdapat perubahan fitur dan klausula dalam perjanjian kerja sama, Bank dapat melakukan perpanjangan waktu kerja sama tanpa memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
 f. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dalam huruf e, Bank harus menginformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan mengenai perpanjangan waktu kerja sama melalui laporan yang ditandatangani oleh direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan.
 g. Bank harus melakukan pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana maupun melakukan penilaian terhadap Manajer Investasi sebagai berikut:
1) pemantauan terhadap perkembangan dan pengelolaan Reksa Dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi antara lain meliputi:
a) konsistensi kebijakan portofolio Reksa Dana dengan prospektus; dan
b) pengelolaan likuiditas;
2) penilaian terhadap Manajer Investasi dilakukan dengan cakupan analisis antara lain terhadap:
 a) kinerja, likuiditas, dan reputasi Manajer Investasi; dan
 b) diversifikasi portofolio yang dimiliki Manajer Investasi.
h. Dalam rangka melindungi kepentingan nasabah, Bank harus:
 1) melakukan analisa dalam memilih Reksa Dana yang akan ditawarkan, antara lain dengan mempertimbangkan:
a) kinerja, reputasi, dan keahlian Manajer   Investasi;
     b) karakteristik Reksa Dana seperti kebijakan investasi, komposisi, diversifikasi, dan kualitas atau peringkat Reksa Dana, atau kualitas atau peringkat  aset yang mendasari Reksa Dana; dan
2) memberikan informasi yang transparan kepada nasabah sesuai ketentuan mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
i. Dalam memberikan informasi yang transparan kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir h.2), Bank harus menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas serta menyampaikan kepada nasabah secara tertulis dan secara lisan, antara lain:
1)  informasi bahwa Reksa Dana merupakan produk pasar modal dan bukan merupakan produk Bank serta Bank tidak bertanggung jawab atas segala tuntutan dan risiko atas pengelolaan portofolio Reksa Dana;
2)  informasi bahwa investasi pada Reksa Dana bukan merupakan bagian dari simpanan pihak ketiga pada Bank dan tidak termasuk dalam cakupan obyek program penjaminan simpanan oleh Lembaga Penjamin Simpanan;
3) informasi mengenai Manajer Investasi yang mengelola Reksa Dana;
4)  informasi mengenai Bank Kustodian serta penjelasan bahwa konfirmasi atas investasi nasabah akan diterbitkan oleh Bank Kustodian;
5) informasi mengenai jenis Reksa Dana dan risiko yang melekat pada produk Reksa Dana termasuk kemungkinan kerugian nilai investasi yang akan ditanggung oleh nasabah akibat fluktuasi nilai aset bersih sesuai kondisi pasar dan kualitas aset yang mendasari;
 6) informasi mengenai kebijakan investasi serta komposisi portofolio; dan
 7) informasi mengenai biaya yang timbul berkaitan dengan investasi pada Reksa Dana.
j.  Pada setiap dokumen terkait dengan Reksa Dana yang disusun atau diterbitkan oleh Bank, dicantumkan kalimat secara jelas dan mudah dibaca sebagai berikut:
1) “Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana”; dan
2) “Reksa Dana adalah produk pasar modal dan bukan merupakan produk Bank sehingga tidak dijamin oleh Bank serta tidak termasuk dalam cakupan obyek program penjaminan simpanan oleh Lembaga Penjamin Simpanan”.
k.Bank sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana tidak diperbolehkan menerbitkan konfirmasi atas investasi yang dilakukan oleh nasabah.
l. Dalam aktivitas sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana, Bank harus menerapkan prosedur Customer Due Dilligence (CDD) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

3. Bank Sebagai Bank Kustodian
a. Aktivitas sebagai Bank Kustodian harus didasarkan pada suatu perjanjian kerja sama tertulis. 
b. Dalam menyusun perjanjian kerja sama tertulis, Bank memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut:
1) kejelasan hak dan kewajiban masing–masing pihak;
2) kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing- masing pihak dalam hal perjanjian
kerja sama berakhir;
3) penetapan klausula mengenai hak Bank Kustodian untuk memperoleh data nasabah dari Manajer Investasi maupun Agen Penjual Efek Reksa Dana, dan klausula mengenai kewajiban Bank Kustodian untuk menjaga kerahasian data, serta klausula bahwa seluruh data nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana dalam rangka memenuhi kewajiban Bank Kustodian untuk memberikan konfirmasi atas investasi nasabah.
c. Sesuai ketentuan pasar modal, Bank Kustodian dilarang terafiliasi dengan Manajer Investasi.
d. Bank harus mengadministrasikan dan mencatat efek yang dititipkan secara tersendiri serta terpisah dari aset dan kewajiban Bank.
e. Dalam menerbitkan konfirmasi atas investasi nasabah, Bank tidak diperbolehkan mendelegasikan kewajibannya kepada pihak lain termasuk kepada Agen Penjual Efek Reksa Dana.
 f. Dalam melakukan aktivitas sebagai Bank Kustodian, Bank menerapkan prosedur CDD sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
 g. Dalam hal Bank melakukan aktivitas sebagai Bank Kustodian dan Agen Penjual Efek Reksa Dana maka Bank harus memastikan antara lain hal-hal sebagai berikut:
1) memiliki dan menerapkan sistem pengendalian intern secara efektif, termasuk adanya prinsip pemisahan.fungsi (segregation of duties) antara lain pejabat dan pegawai pada Bank yang bertanggung jawab pada fungsi Bank Kustodian berada pada unit kerja yang terpisah dari unit kerja yang berfungsi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana;
2) memastikan adanya verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan yang bersifat material pada aktivitas sebagai Bank Kustodian dan Agen Penjual Efek Reksa Dana serta terdapat tindakan untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi;
3) menghindari pemberian wewenang dan tanggung jawab yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan
4) memastikan pihak yang menandatangani atau mengesahkan konfirmasi atas investasi nasabah hanya dari unit kerja yang menangani kegiatan kustodian serta menunjuk dan menetapkan pejabat dan/atau pegawai yang berwenang melakukan hal tersebut.
C. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud di atas dituangkan dalam kebijakan dan prosedur secara tertulis sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuanga  Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.